Minggu, 16 Desember 2012

XXX conversation


F : “ayo! Cobalah kamu pikirkan sekali saja perasaan  BG ketika mereka harus kehilangan anggotanya”
A : “kehilangan seperti apa? aku sudah tidak menemukan kenyamanan lagi disini. Aku memang pengecut! Tidak berani mengambil resiko atau mau belaja seperti mereka”
F : “terus kamu akan terus menerima disebut sebagai pengecut? Tunjukkan pada yang lain kamu juga bisa”
A : “ bisa apa? Bisa menerima ketidak nyamanan ini sepanjang hari? Sepanjang aku melangkah untuk meraih puncak gunung, atau sekedar menyusuri jalanan pantai? Harus ada jiwa ketika kita merasa nyaman”
F : “tidak sedikit saja berpikir tentang hal yang pernah kalian lalui? Diksar –pendidikan dasar-, fitokimia, pengembaraan? Pasti kamu mendapat arti untuk setiap kejadian”
A : “arti untuk siapa? Apa aku punya arti? Atau aku yang terlalu merendahkan diri? Organisasi ini kan bukan main-main, jadi untuk apa masih menampung orang yang bermain-main seperti aku”
F : “jadi kamu Cuma main-main?”
A : “kalau ini dilanjutkan. Dan bukan dengan kehendak sendiri, melainkan memaksa menyesuaikna diri”
F : “yang lain bisa beradaptasi. Kenpa kamu enggak?”
A : “karena yang lain bisa. Sudah aku bilang aku ini pengecut!”
F : “keras kepala!”
A : “kalau sudah tahu aku keras kepala, kenapa masih mempertahankan aku?”
F : “karena kamu belum memberi alasan tepat kenapa kamu harus memilih keluar. Ketdak nyamanan itu relative, asal kamu membuka diri. Yang lain itu menyayangi kamu. Jangan egois. datang ke Musang –musyawarah anggota-yak..”
A : “sebagai apa? Sebagai G.137.BG atau cuma agar bisa kuorum dan bisa memulai musyawarah? Tidakada cara lebih baik mengajak orang?”
F : “kamu cuma ingin diajak dengan baik-baik?”
A : “siapa bilang? Itu yang cuma bisa kalian simpulkan? Satu orang lawan satu kelompok memang akan kalah telak. Terserah apalah penilaian kalian. Aku Cuma meras tidak lagi mendapat apa yang aku cari”
F : “menuntut kepada kelompok?”
A : “siapa yang menuntut? Bukannya kekeluargaan itu adalah landasan? Jadi sebelah mana yang aku tuntut. Jangan berpikir aku pergi tanpa alasan jelas, kalian cuma tidak berada di posisi aku. Dan memang resikoku akan selalu salah selamanya”
F : “terserah. Tapi masih saja aku gak mengerti apa yang kamu pikirkan. Terus bagaimana pertanggung jawabanmu terhadap humas?”
A : “terus bagaimana pertanggung jawaban Z dan P terhadap aku? Ketika aku paling membutuhkan saran mereka saat tekad keluar ini belum bulat, tapi tak ada satupun yang bisa aku ajak bicara. Dan aku sekarang membebankan ini kepada E”
F : “itu kamu sendiri tahu membebankan E, terus tak ada usaha memperbaiki? Membantu E minima?”
A : “niatku kadang kembali ketika kau mengingat E. mengingat dia yang begitu sabar menghadapi aku. Tapi semuanya berubah ketika BG sendiri meminta aku di musang hanya untuk kuorum, bukan demi kepentingan sebagai G.137.BG hanya begitu menyakitkan. Harus kalian pahami itu. Posisi apa yang aku punya sebenarnya? Apa itu hanya sekedar angka?”