“ kok kamu oon banget sih Ndri! “ omel Ridwan sembari memarkir motornya
di sembarang tempat.
“ iyak maaf. Kan
aku bilang jangan nitip barang dengan bahan kertas sama aku, aku seneng
ngerobek-robek. Salah kamu juga kan ,
jadi jangan ngomelin aku terus dong Wan “ aku berusaha membela diri dan menumpahkan
kesalahan pada Ridwan yang sedari tadi menekuk muka karena kesal. Pasalnya
karcis parkir motor matic dengan nomor pelat 2468 itu, tak sengaja aku
hilangkan. Entah jatuh, entah tak sadar aku robek atau aku sengaja buang. Aku
pelupa.
“ jadi sekarang gimana nih? Berabe urusannya kalo keluar tanpa karcis
parkir ! kamu oon, bego, ceroboh!“ Ridwan kembali memaki-maki aku yang sudah
bodoh ini.
Aku hanya bisa menghela napas, memasang tampang bingung apa yang harus
kita lakukan supaya tak semakin tertahan lama di parkiran. Kalau saja aku punya
sihir, aku akan membuat motornya menjadi seukuran kantong celana agar bisa aku
kantongi tanpa melewati pembayaran parkir. Atau, aku akan membuat mulut Ridwan
hilang dan berhenti mengomeliku. Sayang aku bukan tukang sihir. Makiannya mengundang perhatian semua orang di
parkiran. Termasuk satpam yang berkumis baplang dari arah jam 9 tempat kami
berdiri. Satpam dengan perut buncit dan hitam kerling itu menatap dua kawanan
yang mencurigakan, jelaslah aku dan Ridwan.
Dua jam yang lalu aku dan Ridwan sibuk mencari kado yang cocok untuk
ulang tahun Ai. Seharusnya acara memburu kado ini dilakukan dengan anggota
Cherry yang lain, hanya saja banyak sekali hambatan dan alasan singga Aneu,
Tya, dan yang lain tak ikut mencari hadiah. Dan sudah dari 10 menit yang lalu
pula aku terjebak bersama si mister cerwet ini di parkiran.
“ iya aku yang salah! Aku yang oon
dan ceroboh, tapi gak ada gunanya sekarang terus menghina aku. Mending kita
cari lagi takut jatuh di parkiran Wan. Abis ketemu, kamu boleh deh maki-maki
aku lagi sepuas kamu “
“ yak udah ayok cepet cari! Tuh satpam udah mencurigai kita
tahu dari tadi!”
“ itu mah emang muka kamu aja yang
buat curiga Wan, muka kamu ilegal! Hahahah “ aku berusaha mencairkan suasana,
dan melepas penat. Sepenat mukaku yang sudah mulai berminyak dan lusuh. Ridwan
melemparkan pandangan sinis. Ups! Aku lagi-lagi bercanda tidak pada waktunya.
Aku berjalan kembali mengitari
jalanan yang di lewati. Berusaha mencari secarik kertas dalam kondisi gelap
malam, dan mataku udah terlalu lelah dihabiskan dengan melihat barang yang
cocok untuk hadiah ulang tahun Ai.
Aku berjalan tergopoh karena di
Sorong Ridwan. Aku kesal sebenarnya. rasanya aku ingin menjitak dia. tapi yak, Ridwan terlalu bagus otaknya untuk
ku jitak. Dia akan kehilangan ingatan supernya.
Mengingat dia anak terpintar di Cherry. Kalau otak dia berubah bodohnya sama
seperti aku, aku tidak akan punya tempat untuk mencontek lagi. Pikirku.
Sejauh 100 meter berjalan, samapailah di tempat pertama kali aku dan
Ridwan mengambil motor.
“ Tuh kaaaaaaan, aku bilang jangan titip kertas sama aku! Jadinya aku
buang tanpas sadar Wan “ cetusku sambil menunjuk secarik kertas yang tergeletak
di tanah tak berdaya. Terlihat seperti hamba sahaya yang di tinggalkan
majikannya. Kertas itu basaha dan kotor karena air hujan.
“ Indriiiiii ceroboh! Untung yak masih ada!” Dia segera meraih kertas
yang membuat panik, sampai membuat aku dan Ridwan dicurigai petugas berkumis
dan berperut buncit itu. Bukannya senang, masih saja Ridwan gemar mengutuk dan
memaki.
Kini aku, Ridwan, beserta motor hitamnya bisa melaju pulang. Dan
tiba-tiba dia menghentikan motornya di jalanan.
“ turun nya kamu disini yak! Aku males puter balik nih “
“ kamu masih marah Wan? Kan
udah bisa pulang ini. Jangan jahat dong, masa aku diturunin disini? Nista! “
aku berusaha tak beranjak dari jok belakang motor. Tapi Ridwan hanya diam dan
menatapaku dengan penuh arti. Arti bahwa aku harus turun secepatnya. Melihat
mimik muka yang masam, aku segera beranjak turun.
“ aku minta maaf yak Wan. Aku gak sengaja ngehjatuhin karcisnya dan
membuat kita tertahan lebih lama di tempat parkir “
Ridwan tidak merespon. Dia menyalakan mesin motornya dan meninggalkan
aku dalam kondisi bersalah dan masih selalu terlihat bodoh. Seperti biasanya.
Trrrttt…
Ponselku bergetar.
“ maaf yak, aku nurunin kamu di jalan. Aku Cuma membalas karena
kamu menahanku lebih lama, dengan menjatuhkan karcis. Hahahaha! “
RIDWAAAAAAAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar