Senin, 05 November 2012

Lara


Dia kesepian.
Dia merasa hatinya hampa dan tak bersinar.
Dia merasa batinnya tertekan dan begitu rapuh.

Dia terluka.
Tak ada yang mengerti. Tak ada yang mau pahami.
Bahkan  dunia begitu menyudutkan dia.

Dia menangis.
Menampung air mata yang tak kunjung hapus. Tak kunjung ada yang meredakan.
Dia hanya berteriak dalam hatinya.

Aku mencintainya, hanya dia selalu tak tahu. Selalu tak tahu. Dan tak mau tahu.

Kamis, 01 November 2012

Karcis Hilang, Nasibku Malang


“ kok kamu oon banget sih Ndri! “ omel Ridwan sembari memarkir motornya di sembarang tempat.
“ iyak maaf. Kan aku bilang jangan nitip barang dengan bahan kertas sama aku, aku seneng ngerobek-robek. Salah kamu juga kan, jadi jangan ngomelin aku terus dong Wan “ aku berusaha membela diri dan menumpahkan kesalahan pada Ridwan yang sedari tadi menekuk muka karena kesal. Pasalnya karcis parkir motor matic dengan nomor pelat 2468 itu, tak sengaja aku hilangkan. Entah jatuh, entah tak sadar aku robek atau aku sengaja buang. Aku pelupa.
“ jadi sekarang gimana nih? Berabe urusannya kalo keluar tanpa karcis parkir ! kamu oon, bego, ceroboh!“ Ridwan kembali memaki-maki aku yang sudah bodoh ini.
Aku hanya bisa menghela napas, memasang tampang bingung apa yang harus kita lakukan supaya tak semakin tertahan lama di parkiran. Kalau saja aku punya sihir, aku akan membuat motornya menjadi seukuran kantong celana agar bisa aku kantongi tanpa melewati pembayaran parkir. Atau, aku akan membuat mulut Ridwan hilang dan berhenti mengomeliku. Sayang aku bukan tukang sihir.  Makiannya mengundang perhatian semua orang di parkiran. Termasuk satpam yang berkumis baplang dari arah jam 9 tempat kami berdiri. Satpam dengan perut buncit dan hitam kerling itu menatap dua kawanan yang mencurigakan, jelaslah aku dan Ridwan.
Dua jam yang lalu aku dan Ridwan sibuk mencari kado yang cocok untuk ulang tahun Ai. Seharusnya acara memburu kado ini dilakukan dengan anggota Cherry yang lain, hanya saja banyak sekali hambatan dan alasan singga Aneu, Tya, dan yang lain tak ikut mencari hadiah. Dan sudah dari 10 menit yang lalu pula aku terjebak bersama si mister cerwet ini di parkiran.
“ iya aku yang salah! Aku yang oon dan ceroboh, tapi gak ada gunanya sekarang terus menghina aku. Mending kita cari lagi takut jatuh di parkiran Wan. Abis ketemu, kamu boleh deh maki-maki aku lagi sepuas kamu “
“ yak udah ayok cepet cari! Tuh satpam udah mencurigai kita tahu dari tadi!”
“ itu mah emang muka kamu aja yang buat curiga Wan, muka kamu ilegal! Hahahah “ aku berusaha mencairkan suasana, dan melepas penat. Sepenat mukaku yang sudah mulai berminyak dan lusuh. Ridwan melemparkan pandangan sinis. Ups! Aku lagi-lagi bercanda tidak pada waktunya.
Aku berjalan kembali mengitari jalanan yang di lewati. Berusaha mencari secarik kertas dalam kondisi gelap malam, dan mataku udah terlalu lelah dihabiskan dengan melihat barang yang cocok untuk hadiah ulang tahun Ai.
Aku berjalan tergopoh karena di Sorong Ridwan. Aku kesal sebenarnya. rasanya aku ingin menjitak dia.  tapi yak, Ridwan terlalu bagus otaknya untuk ku jitak. Dia akan kehilangan ingatan supernya. Mengingat dia anak terpintar di Cherry. Kalau otak dia berubah bodohnya sama seperti aku, aku tidak akan punya tempat untuk mencontek lagi. Pikirku.
Sejauh 100 meter berjalan, samapailah di tempat pertama kali aku dan Ridwan mengambil motor.
“ Tuh kaaaaaaan, aku bilang jangan titip kertas sama aku! Jadinya aku buang tanpas sadar Wan “ cetusku sambil menunjuk secarik kertas yang tergeletak di tanah tak berdaya. Terlihat seperti hamba sahaya yang di tinggalkan majikannya. Kertas itu basaha dan kotor karena air hujan.
“ Indriiiiii ceroboh! Untung yak masih ada!” Dia segera meraih kertas yang membuat panik, sampai membuat aku dan Ridwan dicurigai petugas berkumis dan berperut buncit itu. Bukannya senang, masih saja Ridwan gemar mengutuk dan memaki.
Kini aku, Ridwan, beserta motor hitamnya bisa melaju pulang. Dan tiba-tiba dia menghentikan motornya di jalanan.
“ turun nya kamu disini yak! Aku males puter balik nih “
“ kamu masih marah Wan? Kan udah bisa pulang ini. Jangan jahat dong, masa aku diturunin disini? Nista! “ aku berusaha tak beranjak dari jok belakang motor. Tapi Ridwan hanya diam dan menatapaku dengan penuh arti. Arti bahwa aku harus turun secepatnya. Melihat mimik muka yang masam, aku segera beranjak turun.
“ aku minta maaf yak Wan. Aku gak sengaja ngehjatuhin karcisnya dan membuat kita tertahan lebih lama di tempat parkir “
Ridwan tidak merespon. Dia menyalakan mesin motornya dan meninggalkan aku dalam kondisi bersalah dan masih selalu terlihat bodoh. Seperti biasanya.

Trrrttt…
Ponselku bergetar.
“ maaf yak, aku nurunin kamu di jalan. Aku Cuma membalas karena kamu menahanku lebih lama, dengan menjatuhkan karcis. Hahahaha! “
RIDWAAAAAAAN.

Minggu, 28 Oktober 2012

ADA



Pernahkah kau berpikir dan merasakan hal yang sama denganku? Merasakan senang sekaligus isi hatimu hambar dan merasa tak nyaman? Seolah semua berbahagia atas kita, tapi kita tetap terkurung dalam perasaan bimbang?
Seolah semua seperti percuma dan tidak akan menemukan ujung. Seperti dongeng putri yang menunggu pangeran dan tak kunjung menyelamatkan. Semua terasa sia-sia dan tak berasa. Tak ada warna. Tak ada.
Ini selalu menjadi kutukan kecil dari Tuhan setiap aku bersamamu. Memang, aku merasa ini kutukan. Karena ketika yang aku cari dalam sebuah hubungan adalah timbal balik. Tak aku temukan darimu. Tak aku dapat darimu. Tak ada darimu. Tak ada.
 Aku ini hanyalah serangga yang tak tahu diri karena lancang menyematkan harapan pada perasaanmu. hingga akhirnya semua terlihat semu. Tak nyata. Tak ada.
“ coba ulang yang aku baca tadi.. “ Cetus Alpha menyuruhku mengulang mata kuliah yang sedari tadi susah payah dia baca dan jelaskan padaku. Alpha luar biasa pintar. Otakku mungkin hanya sepersekian persen dari otaknya yang jenius. Terkadang aku mengucilkan diri sendiri kenapa aku yang hina ini selancang itu mengambil keputusan menjalin hubungan dengan Alpha.
“ hmm… apa yak tadi yak? Lupa” singkatku menjawab. Aku lupa. Bukan karena aku tak kerja keras untuk menyerap apa yang telah Alpha jelaskan sampai berbuih, sampai otot lehernya mengejang. Namun, saat ini aku sedang terhanyut memikirkan apa benar aku ada dihatinya. Apa benar dia ada di hati dan pikiranku. Kenapa terasa sendu. Terasa asing. Tak ada.
“ kamu ngelamun? Mikirin apa? Mau cerita sesuatu? Setidaknya lebih tenang, yak meskipun akhirnya aku gak bisa kasih solusi “ dia bertanya lagi dengan lembut. Dia selalu lembut padaku. Selama hubungan lebih dari 5 bulan terakhir ini. 5 bulan ini dia begitu sabar menghadapai emosi yang aku eksploitasi padanya. Dia yang selalu tersenyum meskipun telah aku cabik habis hatinya. Tapi memangng dia tak pernah mau menunjukkan itu padaku. Sama seperti aku yang tahu mau menunjukan bahwa aku sedang tak tahu arah membawa hubungan yang bagiku sudah seperti tak hangat dan menyenangkan.
“ ah enggak “ aku hanya menjawab singkat memalingkan wajah ke arah buku yang sedang aku pegang. Berharap Alpha juga menduga aku baik-baik saja. Tapi semua percuma. Alpha sudah tahu aku memikirkan sesuatu. Hatinya semakin resah tiap kali aku bertingkah seperti ini. Lagi.
Aku merasa tak pantas atau aku yang tak mau memantaskan diri untuknya? Aku merasa tak nyaman atau aku yang memang terlalu menuntut banyak hal yang sebenarnya Alpha sulit untuk lakukan? Putri merasa pangeran tak kunjung datang mau menyelamatkan hatinya, atau putri yang tak mau kisah cintanya berakhir bahagia? Aku bertanya dalam hati menatap buku yang bisu. Dan buku itu bisu naasnya. Tak akan memberi jawaban. Tak ada jawaban. Tak ada.
Alpha kini sudah berubah mimik. Dia sudah kehabisan sabar yang sedari tadi dia isi ulang dan tak berbuah. Aku tetap saja membuat dia kesal. Membuat dia menghela napas panjang yang jarang dia lakukan. Kecuali saat benar-benar merasa kesal. Aku sebenarnya ingin menjelaskan apa yang aku rasakan. Mungkin kadang suatu hubungan itu jenuh. Seolah perasaan mendadak hilang begitu saja. Hanya saja, aku terlalu taku menyakitinya. Aku merasakan lelah menjalin hubungan ini, tetapi juga takut kehilangan.
Alpha beranjak dari duduk dan meraih jaket serta tasnya. Dia pergi dari kamar yang baginya adalah neraka. Neraka karena membuat hatinta terus saja terluka. Aku hanya bisa diam. Aku tak ingin dia pergi, sebenarnya. Tapi aku juga tak mau menahan dia terlalu lama di neraka ini. Dia telah pergi. Hanya meninggalkan seberkas catatan materi kuliah di ruangan ini. Hanya meninggalkan aku sendiri yang sebenarnya terluka karena merasa bingung.
Sampai akhirnya aku membuka kembali satu tulisan yang pernah aku tulis untuknya. Dan pernah dia minta dariku.

“ saat aku bersikeras meninggalkanmu, maka ingatkan aku bahwa aku pernah lebih keras memintamu untuk ada disampingku “

Aku menangis. Aku menangis bukan lagi bingung. Bukan lagi ingin merasa pergi dari Alpha. Aku menagis menyadari betapa bodohnya jika aku melepaskan Alpha. Aku menangis menyadari bahwa Alpha lah yang aku mau. Aku tak berjanji takkan bersikap keras hati lagi, tapi ingin berusaha menganggap aku pantas untukmu. Yang ada. Selalu ada.

Kamis, 25 Oktober 2012

Setumpuk Rindu Untuk Rumah


Seprai ini terasa dingin. Bantalnya dingin. Selimut dan gulingnya pun dingin. Sama seperti halnya suasana hati yang seolah terkurung dalam timbunan salju. Beku. Perih. Dalam keadaan terlentang dan tak bahagia, aku menatap langit-langit yang bisu, ikut tenggelam nampaknya dengan apa yang aku rasakan.
Aku melirik jam di ponsel, ini sudah pukul 9 malam. Dan entahlah, aku hanya ingin waktu bergerak lebih cepat. Mendengat takbir diluar rasanya sedih. Sendiri. Aku kini mengalihkan pandanganku padanya. Dia juga sama bekunya. Nina sama kesepiannya denganku. Kita berdua merasakan beku ke ulu hati. Pikiran kita tertuju pada rumah yang pululan bahkan ratusan kilometer jauhnya. Dan kita sama-sama  menginginkan malam iedul adha disana.
Yak, iedul adha kali ini kita berdua terjebak di kota yang biasanya larut dalam lautan mahasiswa. Jatinangor.
“sedih yak Nin, kita mendengar takbir tanpa keluarga. Melewatkan hari besar tanpa keluarga besar” cetusku memandang kosong kembali langit-langit.
“iyak. Biasanya malam takbiran begini, Nina dan keluarga lagi di rumah Mbah. Tapi sekarang tidak” Nina menghela napas panjang dan semakin larut dalam kesedihan.
“untung masih ada Nina. Meskipun gak di rumah, Indri seneng melewatkan iedul adha sama Nina” Aku tersenyum kecil.
“Nina juga tetep seneng, setidaknya dengan Indri menginap disini, Nina ada teman dan gak terlalu kesepian” sama halnya denganku, Nina tersenyum kecil.
Ajaibnya. Setelah mendengar itu akau merasakan salju yang menimbun hati dan pikiranku mulai mencair sedikit demi sedikit. Entahlah, hanya saja terasa lebih ringan dan hangat. Seolah ada sedikit api yang sedang menjalar dari ujung jari.
Takbir di luar masih syahdu berkumandang. Aku memang masih rindu rumah, rindu yang lebih tenang. Tak seperih tadi. Disadari atau tidak, itu berkat Nina. Melewati hari besar bersama Nina lah yang Tuhan mau. Agar aku sadar. Agar Nina sadar. Selama kita saling mengasihi, kita adalah  keluarga.
Seprainya hangat. Selimut, bantal dan gulinganya kini hangat. Langit-langit seolah ikut tersenyum melepas beban yang sedari tadi aku pandangi dengan wajah dutekuk. Takbir yang terdengar perih, kini menjadi alunan yang mengiringi canda tawa aku dan Nina malam ini, di balik setumpuk rindu untuk rumah.

"CHERRY"

dari kiri:
Arif-Anantya-Aneu-Indri-Kiky-Nina-Ridwan-Ai

kurang lengkap memang tanpa kehadiran Rio, tapi cinta Cherry selalu mengirngi Rio <3

Rabu, 24 Oktober 2012

Wangi Hujan Stasiun Kereta


“ jadi, gimana ceritanya kamu bisa putus dengan pacar kamu yang sebelumnya?” Tanyaku sambil melahap nikmat eskrim vanilla-cokelat  berbentuk cone. Sudah hampir 2 jam aku dan Kiky menghabiskan waktu menunggu hujan reda di stasiun Kereta Api Bandung. Ini bukan musim hujan, tapi sedari pagi memang sudah terlihat mendung.
Dan aku punya rencana menghabiskan liburan akhir pekan untuk pergi ke Yogyakarta bersama Nina dan Rhima. Rencana hanyalah sebuah rencana memang, tiket sudah tak bersisa ternyata. Aku kesal. Bukan karena tidak bisa menghabiskan liburan ke Yogyakarta, tapi aku kesal karena sepanjang satu jam aku mengantri dan membuat Kiky merasa direpotkan sudah mengantarku ke stasiun, tapi hasilnya nihil.
Tapi memang tuhan selalu baik. Bukan, Kiky bukan pacarku saat itu. dia hanya masih seorang teman yang sedang gencar mendekatiku. Yak, kita hanya masih dua anak muda yang sedang pedekate.
Tapi Kiky tetap geming dengan apa yang aku tanyakan. Dia hanya memberi seulas senyum dan itu tak memberi jawaban apa-apa. Dia memang begitu. Tak banyak bicara dan selalu memberi teka-teki. Yang aku yakin, dia malas menceritakan tentang masa lalunya. Dia lebih senang menjilat setiap lapis eskrim yang sedang dia pegang. Dasar maniak eskrim, batinku.
Eskrimku sudah sampai pada ujung cone. Aku melihat ke arah parkiran motor. Hujan masih tetap saja belum berhenti. Dan saat itu aku sudah ulai khawatir. Ini sudah jam 4 sore, dan aku terjebak bersama manusia penggila anime, dan hidupnya focus pada akademik dan sangat anak mama.
“ maaf yak, gara-gara aku minta anter ke stasiun, kamu jadi telat pulang. Seharusnya kan kamu sekarang sudah di rumah dan istirahat ” aku ketakutan mengatakan itu sebenarnya.
“ loh kenapa? Aku seneng bisa nemenin kamu disini. Lagipula cuaca hujan, apa kita harus menyalahkan hujan? Tenang, aku sudah kasih kabar orang rumah “ jawabnya dengan tenang, tersenyum menunjukan lesung pipi yang tak aku punya. Aku iri.
“ oke. Aku akan mencoba tenang. Meskipun aku kahwatir hujan akan lama reda” aku membalas dengan senyum terpaksa dan kembali melihat langit yang masih begitu abu-abu dan seperti taka ada tanda akan terang dalam sepersekian detik. Suatu botol hijau, dari sudut arah jam 10 dari tempatku duduk menarik perhatianku.
“ hei lihat! Itu ada minutan kolagen. Hahaha aku jadi inget Tuti. Dia punya kadar kolagen jelek dalam tubuhnya, pantas dia selalu lembek “teriakku histeris menunjuk ke arah botol hijau itu. tak terasa aku refleks memegang erat tangan Kiky. Dan itulah pertama kalinya aku menyentuh tangan Kiky. Yak tuhan, aku sadar bahwa kulitnya dia juga selembek Tuti. Aku tertawa kecil dalam hati.
“ itu juga bisa jadi rekomendasi buat aku, coba kamu cubit tanganku! Mungkin kekurangan kolagen juga. Hahaha ” aku kaget mendengar ucapannya. Apa dia tahu yak, bahwa aku sedang menduga kelembekan kulitnya? Ah biarkan, yang penting kita bisa mencairkan suasana yang seedari tadi sudad kehabisan tema.
Hujan kini telah berhenti. Aku melihat raut wajah Kiky berubah senang. Dia pasti antusias agar bisa cepat pulang dan beristirahat. Dan entahlah, yang aku rasakan malah sebaliknya. Aku merasa benci kenapa moment yang mulai asik ini harus berakhir. Meskipun saat ini hatiku belum seutuhnya mnyukai Kiky, tapi aku berusaha keras untuk bisa menerima. Dan entahlah, aku benci ini berakhir.
Kita berdua beranjak dari tempat duduk dan segera meninggalkan stasiun yang selalu ramai dengan manusia. Kita berjalan di bawah langit yang mulai cerah, tanpa tiket, tanpa liburan. Hanya meninggalkan bungkusan bekas eskrim dan kenangan manis bersama wangi hujan di stasiun Hall- Bandung.

Sweet CHERRY











 Ridwan : Hai namaku Ridwan Sonjaya. Aku jenius dan sangat rajin. Aku tipe orang yang ulet dan penuh dengan semangat belajar! Meski tinggi badanku di Cherry tak dapat diperhitungkan, tapi karismaku gak kalah tajam. Lahir 5 Agustus 1993. jelas aku paling muda di Cherry.

Aneu: Halo aku Aneu Wahyuni. Bisa panggil aku Aneu. Aku tipe orang yang sederhana. Lembut, dewasa dan banyak mengalah kata orang. Aku seorang sahabat yang sifatnya pekerja keras dan easy going. Aku lahir 29 Desember 1991, aku paling tua di Cherry.

Arif: Aku Arif Hidayat. Aku berkacamata dan gemar mengenakan jaket saat kuliah. Aku orang yang tak banyak bicara, karena sekali bicara maka akan sangat terdengar garing dan jayus. Yak, setidaknya Cherry selalu tertawa. Aku lahir 2 Desember 1992.

Nina: Assalamualaikum. Nama saya Nina Andhini Pratiwi. Saya muslimah dengan tingkat ke-kepoan diatas rata-rata. Saya tipe orang penyabar dan rendah hati. Saya sangat senang bisa menjadi bagian dari Cherry. Saya lahir, 2 Oktober 1992. Terimakasih.

Ai : Annyeong… nama saya Ai Kania. Saya punya logat sunda yang kental dan selalu bermimpi bisa bertemu dengan artis korea Kim Hyoon Jung. Saya senang membawa catatan kecil dan paling tidak bisa mencecerkan uang di luar dompet. Saya lahir 1 November 1992. dan saya tipe orang yang antusias terhadap film baru di 21.

Rio : Halooo saya Rio Permana. Di Cherry saya orang yang paling energic dan lentur. Saya sering tidak mengontrol gerakan.Saya lahir 21 Januari 1992. dan tempat pensil saya yang paling lengkap diantara anak-anak Cherry.

Anantia: Hai. Saya Anantia Firda Atiani. Saya punya saudara kembar dan semoga sifatnya tidak se-cupu saya di Cherry. Saya tipe orang yang berpikir cepat dalam kondisi mendesak. Saya seorang part time teacher. Kerudung saya tidak jauh dari warna pink dan abu-abu. Saya lahir 11 oktober 1992.

Kiky: saya Muhammad Rizky Fauzi. Saya punya lesung pipi dan berkaki jenjang. Saya penggila eskrim dan vanilla milkshake. Lahir 5 Oktober1992.Saya menyayangi Indri  dan Cherry. Saya pintar dan sangat optimis. Untuk urusan merangkai kata dan membaca saya tidak terlalu pandai.

Indri: Hai. Saya Indri Indriyani. Saya penyuka ungu. Saya orang paling merepotkan di Cherry. Tipe orang yang sensitif tapi mudah bergaul. Menurut saya, saya sexy. Dan menurut Cherry saya bantat. Pacar saya lebih muda dari saya, dan itu menyenangkan.