Rabu, 24 Oktober 2012

Wangi Hujan Stasiun Kereta


“ jadi, gimana ceritanya kamu bisa putus dengan pacar kamu yang sebelumnya?” Tanyaku sambil melahap nikmat eskrim vanilla-cokelat  berbentuk cone. Sudah hampir 2 jam aku dan Kiky menghabiskan waktu menunggu hujan reda di stasiun Kereta Api Bandung. Ini bukan musim hujan, tapi sedari pagi memang sudah terlihat mendung.
Dan aku punya rencana menghabiskan liburan akhir pekan untuk pergi ke Yogyakarta bersama Nina dan Rhima. Rencana hanyalah sebuah rencana memang, tiket sudah tak bersisa ternyata. Aku kesal. Bukan karena tidak bisa menghabiskan liburan ke Yogyakarta, tapi aku kesal karena sepanjang satu jam aku mengantri dan membuat Kiky merasa direpotkan sudah mengantarku ke stasiun, tapi hasilnya nihil.
Tapi memang tuhan selalu baik. Bukan, Kiky bukan pacarku saat itu. dia hanya masih seorang teman yang sedang gencar mendekatiku. Yak, kita hanya masih dua anak muda yang sedang pedekate.
Tapi Kiky tetap geming dengan apa yang aku tanyakan. Dia hanya memberi seulas senyum dan itu tak memberi jawaban apa-apa. Dia memang begitu. Tak banyak bicara dan selalu memberi teka-teki. Yang aku yakin, dia malas menceritakan tentang masa lalunya. Dia lebih senang menjilat setiap lapis eskrim yang sedang dia pegang. Dasar maniak eskrim, batinku.
Eskrimku sudah sampai pada ujung cone. Aku melihat ke arah parkiran motor. Hujan masih tetap saja belum berhenti. Dan saat itu aku sudah ulai khawatir. Ini sudah jam 4 sore, dan aku terjebak bersama manusia penggila anime, dan hidupnya focus pada akademik dan sangat anak mama.
“ maaf yak, gara-gara aku minta anter ke stasiun, kamu jadi telat pulang. Seharusnya kan kamu sekarang sudah di rumah dan istirahat ” aku ketakutan mengatakan itu sebenarnya.
“ loh kenapa? Aku seneng bisa nemenin kamu disini. Lagipula cuaca hujan, apa kita harus menyalahkan hujan? Tenang, aku sudah kasih kabar orang rumah “ jawabnya dengan tenang, tersenyum menunjukan lesung pipi yang tak aku punya. Aku iri.
“ oke. Aku akan mencoba tenang. Meskipun aku kahwatir hujan akan lama reda” aku membalas dengan senyum terpaksa dan kembali melihat langit yang masih begitu abu-abu dan seperti taka ada tanda akan terang dalam sepersekian detik. Suatu botol hijau, dari sudut arah jam 10 dari tempatku duduk menarik perhatianku.
“ hei lihat! Itu ada minutan kolagen. Hahaha aku jadi inget Tuti. Dia punya kadar kolagen jelek dalam tubuhnya, pantas dia selalu lembek “teriakku histeris menunjuk ke arah botol hijau itu. tak terasa aku refleks memegang erat tangan Kiky. Dan itulah pertama kalinya aku menyentuh tangan Kiky. Yak tuhan, aku sadar bahwa kulitnya dia juga selembek Tuti. Aku tertawa kecil dalam hati.
“ itu juga bisa jadi rekomendasi buat aku, coba kamu cubit tanganku! Mungkin kekurangan kolagen juga. Hahaha ” aku kaget mendengar ucapannya. Apa dia tahu yak, bahwa aku sedang menduga kelembekan kulitnya? Ah biarkan, yang penting kita bisa mencairkan suasana yang seedari tadi sudad kehabisan tema.
Hujan kini telah berhenti. Aku melihat raut wajah Kiky berubah senang. Dia pasti antusias agar bisa cepat pulang dan beristirahat. Dan entahlah, yang aku rasakan malah sebaliknya. Aku merasa benci kenapa moment yang mulai asik ini harus berakhir. Meskipun saat ini hatiku belum seutuhnya mnyukai Kiky, tapi aku berusaha keras untuk bisa menerima. Dan entahlah, aku benci ini berakhir.
Kita berdua beranjak dari tempat duduk dan segera meninggalkan stasiun yang selalu ramai dengan manusia. Kita berjalan di bawah langit yang mulai cerah, tanpa tiket, tanpa liburan. Hanya meninggalkan bungkusan bekas eskrim dan kenangan manis bersama wangi hujan di stasiun Hall- Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar