“ jadi, gimana ceritanya kamu
bisa putus dengan pacar kamu yang sebelumnya?” Tanyaku sambil melahap nikmat
eskrim vanilla-cokelat berbentuk cone.
Sudah hampir 2 jam aku dan Kiky menghabiskan waktu menunggu hujan reda di
stasiun Kereta Api Bandung. Ini bukan musim hujan, tapi sedari pagi
memang sudah terlihat mendung.
Dan aku punya rencana
menghabiskan liburan akhir pekan untuk pergi ke Yogyakarta bersama Nina dan
Rhima. Rencana hanyalah sebuah rencana memang, tiket sudah tak
bersisa ternyata. Aku
kesal. Bukan karena tidak bisa menghabiskan liburan ke Yogyakarta, tapi aku
kesal karena sepanjang satu jam aku mengantri dan membuat Kiky merasa
direpotkan sudah mengantarku ke stasiun, tapi hasilnya nihil.
Tapi memang tuhan selalu baik.
Bukan, Kiky bukan pacarku saat itu. dia hanya masih seorang teman yang sedang
gencar mendekatiku. Yak, kita hanya masih dua anak muda yang sedang pedekate.
Tapi
Kiky tetap geming dengan apa yang aku tanyakan. Dia hanya memberi seulas senyum
dan itu tak memberi jawaban apa-apa. Dia memang begitu. Tak banyak bicara dan
selalu memberi teka-teki. Yang aku yakin, dia malas menceritakan tentang masa lalunya. Dia
lebih senang menjilat setiap lapis eskrim yang sedang dia pegang. Dasar maniak
eskrim, batinku.
Eskrimku
sudah sampai pada ujung cone. Aku melihat ke arah parkiran motor. Hujan masih
tetap saja belum berhenti. Dan saat itu aku sudah ulai khawatir. Ini sudah jam 4 sore, dan aku
terjebak bersama manusia penggila anime,
dan hidupnya focus pada akademik dan sangat anak mama.
“ maaf yak, gara-gara aku minta
anter ke stasiun, kamu jadi telat pulang. Seharusnya kan kamu sekarang sudah di
rumah dan istirahat ” aku ketakutan mengatakan itu sebenarnya.
“ loh kenapa? Aku seneng bisa
nemenin kamu disini. Lagipula cuaca hujan, apa kita harus menyalahkan hujan? Tenang,
aku sudah kasih kabar orang rumah “ jawabnya dengan tenang, tersenyum
menunjukan lesung pipi yang tak aku punya. Aku iri.
“ oke. Aku akan mencoba tenang. Meskipun
aku kahwatir hujan akan lama reda” aku membalas dengan senyum terpaksa dan
kembali melihat langit yang masih begitu abu-abu dan seperti taka ada tanda
akan terang dalam sepersekian detik. Suatu botol hijau, dari sudut arah jam 10
dari tempatku duduk menarik perhatianku.
“ hei lihat! Itu ada minutan kolagen.
Hahaha aku jadi inget Tuti. Dia punya kadar kolagen jelek dalam tubuhnya,
pantas dia selalu lembek “teriakku histeris menunjuk ke arah botol hijau itu. tak
terasa aku refleks memegang erat tangan Kiky. Dan itulah pertama kalinya aku
menyentuh tangan Kiky. Yak tuhan, aku sadar bahwa kulitnya dia juga selembek
Tuti. Aku tertawa kecil dalam hati.
“ itu juga bisa jadi rekomendasi
buat aku, coba kamu cubit tanganku! Mungkin kekurangan kolagen juga. Hahaha ” aku
kaget mendengar ucapannya. Apa dia tahu yak, bahwa aku sedang menduga kelembekan
kulitnya? Ah biarkan, yang penting kita bisa mencairkan suasana yang seedari
tadi sudad kehabisan tema.
Hujan
kini telah berhenti. Aku melihat raut wajah Kiky berubah senang. Dia pasti antusias agar bisa
cepat pulang dan beristirahat. Dan entahlah, yang aku rasakan malah sebaliknya.
Aku merasa benci kenapa moment yang mulai asik ini harus berakhir. Meskipun saat
ini hatiku belum seutuhnya mnyukai Kiky, tapi aku berusaha keras untuk bisa
menerima. Dan entahlah, aku benci ini berakhir.
Kita berdua beranjak dari tempat
duduk dan segera meninggalkan stasiun yang selalu ramai dengan manusia. Kita berjalan
di bawah langit yang mulai cerah, tanpa tiket, tanpa liburan. Hanya
meninggalkan bungkusan bekas eskrim dan kenangan manis bersama wangi hujan di
stasiun Hall- Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar