Rabu, 24 Oktober 2012

Kisah dari balik tabung reaksi


Adalah batang tipis yang rapuh yang hatinya tengah berduka karena cinta yang tak berkunjung terbalas. Sebatang pipa kapiler ini tengah susah payah bergerak dari pengapnya hidup dalam tabung reaksi.
“ kenapa aku begitu di kucilkan . Apa karena kerapuhanku? Sehingga hidupku harus bersangkar pada tabung ini?” batinnya kecil, tengah menatap geming di balik kaca tabung reaksi.
Ini dia Allana. Si pipa kapiler yang hidupnya bergantung dalam kekokohan tabung reaksi. Tabung yang akan melindunginya dari terpa yang akan menghujam dan mematahkannya. Di dalam labkit –sejenis box tempat peralatan praktikum kimia-, Allana tak bisa menikmati indahnya hidup berdampingan bersama sikat tabung, masker, botol vial, pipet tetes, dan pipet pasteur yang salah satunya ada yang dia suka dari sejak dulu. Dari sejak mereka bertemu di dalam labkit –baca Hati 2 Tahun yang lalu- Raffa. Yak, Raffa telah membuat Allana begitu jatuh cinta setengah mati padanya. Dengan kesadaran Rafffa atau tidak, Allana selalu senang memperhatikan setiap gerak-gerik Raffa setiap harinya. Wanginya, cara berjalannya, termasuk sosial Raffa yang cukup baik. Raffa adalah pipet Pasteur yang perawakannya memang tinggi sesuai fungsinya, membuat Allana tak pernah bosan  menikmati apa yang dia lihat.
Dan itu hanya dari balik kaca tabung reaksi.
Ketidak beranian Allana dan kerapuhannya, membuat dia selalu ujung dengan niatnya menyatakan cinta yang sudah dia pendam hampir dua tahun lamanya . Dia begitu takut, begitu tak merasa pantas untuk  sedikit saja melepas semua apa yang dia pendam pada Raffa.

Air matanya menetes deras di pipi si pipa kapiler ini. Dia maih ingat ketika suatu waktu diberi kesempatan dipertemukan dengan Raffa dalam tabung reaksi yang sama. Bentuk Raffa sebagai pipet Pasteur, tentu saja mempunyai Ujung lancip seperti pipa, dan membuatnya harus melindungi diri dalam tabung agar Ujung lancipnya tak patah. Dengan takdir yang sebenarnya indah Raffa dan Allan bertemu saat itu. Waktu berlalu dengan begitu cepat. Selama 3 semeter lamanya Allana mampu bersyukur dalam-dalam atas kesempatannya bisa berbagi bersama Raffa.
Namun tuhan punya rencana lain. Tuhan mengambil si pipet jangkung ini dari dalam tabung reaksi, dari sisi Allana. Tuhan mengambilnya dan membuatnya jauh dari Allana. Memberikan kondisi pada Raffa untuk lebih dekat dengn Liya si pipet pasteur lain.
 Kini Allana hanya sendiri dengan segala kerapuhan dan sejuta ungakapan cinta yang tak pernah tersampaikan pada Raffa. Dia begitu hancur. Begitu tak sadar bahwa di dekatnya da yang begitu memperhatikan keluh dan kesah yang selalu terlukis di mata Allana. Fajar. Fajar adalah teman satu tabung reaksi selama ini dengan Allana. Diapun sama rapuhnya seperti Allana karena cintanya yang tak pernah sampai pada Hasna si botol vial. Hanya Fajar mampu menutupi sakitnya denga belajar. Dia begitu pintar dan menyegarkan. Karena luka Allan yang begitu dalam, dia tak mampu melihat bahwa sekitarnya masih ada yang memperhatikannya.
Tuhan punya rencana mengambil Rafffa dari Allana. Dan tuhanpun punya rencana mengganti Raffa dengan Fajar. Secepat kilat tuhan membuat Allan menghapus semua lukanya, dan mulai membuka hati untuk Fajar. Sama dengan namanya, begitu hangat, begitu membuat nyaman Allana. Dia seperti matahari yang bersinar setiap hari, kebradaanya selalu ada setiap waktu. Meski malam, matahri tetap ada hanya tertutup bulan untuk sementara.
Tanpa peduli masa lalunya. Tanpa peduli sakit hati yang ada, Allan dan Fajar memulai kisah cinta mereka. Kerapuhan mereka sebagai pipa kapiler dan bergantung keberadaan tabung reaksi, tak membuat keduanya merasa tersisihkan.
Dari balik terkurungnya mereka dalam tabung, mereka menikamati setiap kebersamaan.

Menyanyikan lagu dalam hiruk pikuk lab kit yang gelap…

Setia… Terbuka… Percaya… Selamanya…
Cintaku, padamu akan tumbuh selalu.
Setia… Terbuka… Percaya… Selamanya…
Jnaji sehidup semati, Allana (Indri) Fajar (Kiky).

“ Kita akan menghadapi dunia. Kita akan kuat. Kita akan menikmati setiap perjalanan hidup kita dari balik tabung reaksi ini “


Tidak ada komentar:

Posting Komentar